Jumat, 04 Februari 2011

KONVENSI NASIONAL SANITASI PERKOTAAN
Jakarta, 20 – 21 April 2009

Konvensi Sanitasi Perkotaan ini dilaksanakan untuk menyatukan persepsi dan sistem penanganan program sanitasi di Indonesia serta perumusan Rencana Aksi yang berkelanjutan ( sustenable ) dengan melibatkan peran serta berbagai stakeholder, yaitu:
1. Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Lembaga Donor.
4. Masyarakat.
Sebagai langkah awal, telah dideklarasikan Pernyataan Komitmen Gubernur, Walikota dan Bupati dalam Percepatan Pembangunan Sanitasi di Indonesia.
Konvensi Sanitasi Perkotaan ini telah merumuskan beberapa hal yang penting untuk segera ditindaklanjuti bersama. Hal- hal penting yang dapat dirangkum dari kegiatan selama dua hari tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Sanitasi di Indonesia masih cukup memprihatinkan. Akses terhadap sanitasi dasar mencapai 90,5% (di perkotaan) dan 67% (pedesaan). Namun akses terhadap sanitasi setempat yang aman (menggunakan septic tank) baru mencapai 71,06% (kota) dan 32,47% (desa). Target pemenuhan MDG menyangkut BABS di Indonesia pada tahun 2014 dirasa cukup berat, sehingga perlu upaya sungguh-sungguh di semua tingkatan pemerintahan.
2. Perlu memprioritaskan dan mempercepat pembangunan sanitasi. Anggaran sektor sanitasi diharapkan ditingkatkan di tahun-tahun mendatang. Termasuk bagaimana pemerintah (Departemen Keuangan) memberikan ijin agar dana dalam DAU dapat dimanfaatkan sebagai dana untuk perbaikan sanitasi dasar. Dan diharapkan ada kenaikan alokasi DAK untuk sanitasi.
3. Pernyataan Komitmen dalam Konvensi Sanitasi perkotaan, dan deklarasi-deklarasi Kota-kota/kabupaten menyangkut pembangunan sanitasi sebelumnya seperti Deklarasi Jakarta, Blitar, dan Payakumbuh menunjukkan dua hal:
a. Besarnya semangat dan komitmen kota/kabupaten dan provinsi untuk memperbaiki sanitasi di tingkat daerah,
b. Kebutuhan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat terkait pembangunan sektor sanitasi.
4. Pemerintah Pusat mendorong daerah untuk menyiapkan program-program sanitasi yang baik dan memberikan penghargaan tinggi atas inisiatif-inisiatif daerah terkait sanitasi. Di masa mendatang, penganggaran didasarkan pada kinerja daerah. Salah satunya adalah persiapan daerah menyusun strategi sanitasi kota/kabupaten (Renstra Sanitasi Kota/Kabupaten)
5. Banyak model program di sektor sanitasi (baik fisik maupun non fisik) yang dikembangkan oleh pemerintah dan kalangan donor. Tetapi model yang kembangkan tidak mudah direplikasi karena adanya beberapa kendala, baik menyangkut dana maupun SDM terkait dengan kemampuan teknis.
6. Diperlukan sebuah rencana strategi sanitasi di tingkat kota/kabupaten. Lokakarya ini berhasil menyepakati beberapa hal menyangkut:
a. Proses penyusunan Renstra sanitasi Kota/kabupaten (di antaranya advokasi tentang pentingnya sanitasi, pembentukan pokja, pemetaan sanitasi, penyusunan Renstra, dsb).
b. Substansi Renstra Sanitasi (pencanangan visi dan misi, kebijakan, strategi, kegiatan, tahapan, dan monitoring).
c. Legalitas Renstra Sanitasi (payung hukum dan perundang-undangan, mekanisme integrasi ke tahap perencanaan dan penganggaran).
Untuk memudahkan perencanaan dan penanganan sanitasi, seluruh kabupaten/kota harus membuat dokomen Strategi Sanitasi Kota (SSK). SSK disepakati sebagai basis penyusunan RPIJM dan secara formal dituangkan ke dalam materi RPIJM. Selanjutnya, bentuk, cakupan, dan legalitas Renstra tersebut perlu dituangkan dalam suatu pedoman penyusunan SSK yang dapat digunakan oleh seluruh kota/kabupaten dalam menyusun Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten.

Demikianlah hal-hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan Konvensi Sanitasi Perkotaan ini. Semoga hasil dari kegiatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama dalam upaya bersama mempercepat pembangunan sanitasi di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar